Tag: gratifikasi

Korupsi Masih Menghantui Indonesia di 2025: Sejumlah Kasus Besar Terungkap

Korupsi Masih Menghantui Indonesia di 2025

Tahun 2025 menjadi tahun penuh sorotan bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Di tengah harapan akan pemerintahan yang lebih bersih, sejumlah kasus besar justru mencuat, melibatkan pejabat tinggi negara, BUMN strategis, serta tokoh politik nasional. Meski upaya penindakan terus dilakukan oleh lembaga penegak hukum seperti KPK dan Kejaksaan Agung, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar Indonesia benar-benar bebas dari cengkeraman korupsi.

Kasus Besar Pertamina: Kerugian Negara Fantastis

Salah satu kasus yang paling menggemparkan terjadi di tubuh BUMN energi terbesar Indonesia, yakni Pertamina. Kejaksaan Agung menemukan dugaan praktik korupsi dalam proses pengadaan dan perdagangan minyak mentah serta produk kilang. Kasus ini menyeret beberapa petinggi anak perusahaan Pertamina, seperti Pertamina Patra Niaga dan Pertamina International Shipping.

Dugaan kerugian negara yang timbul dari praktik tersebut sangat besar, bahkan disebut-sebut mencapai hampir seribu triliun rupiah selama kurun waktu lima tahun. Modus yang digunakan antara lain pembelian minyak dari luar negeri dengan harga tidak wajar, serta penyimpangan dalam distribusi bahan bakar bersubsidi. Salah satu skema manipulasi mencakup pencampuran bahan bakar subsidi dengan produk non-subsidi yang kemudian dijual lebih mahal ke pasar.

Kejaksaan menegaskan bahwa investigasi ini masih berkembang dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dari kalangan birokrat maupun swasta.

Kredit Bermasalah di LPEI: Pembiayaan Fiktif

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), institusi negara yang memiliki mandat mendukung ekspor nasional, juga terseret dalam dugaan kasus korupsi. KPK mengungkap adanya indikasi pemberian fasilitas pembiayaan kepada sejumlah perusahaan tanpa melalui prosedur yang sah dan akurat.

Beberapa nama pejabat internal dan pihak swasta sudah ditetapkan sebagai tersangka. Nilai kerugian yang muncul dari pembiayaan fiktif ini mencapai lebih dari Rp11 triliun. Skandal ini memperlihatkan lemahnya pengawasan internal lembaga keuangan negara dan membuka ruang bagi praktik kolusi dan gratifikasi.

Kasus Iklan Bank BJB: Modus Pengadaan Fiktif

Di sektor perbankan, Bank BJB menjadi perhatian setelah terungkapnya dugaan pengadaan iklan dan promosi yang tidak sesuai prosedur. Investigasi menemukan adanya kerja sama dengan vendor tertentu yang hanya menjadi ‘perusahaan boneka’, digunakan untuk menyalurkan dana promosi fiktif.

Beberapa pejabat internal bank serta pelaku dari sektor swasta telah diamankan untuk penyelidikan lebih lanjut. Meski nilai kerugiannya belum sebesar kasus lain, pola kejahatan ini mencerminkan bagaimana dana publik dengan mudah disalahgunakan jika sistem pengawasan lemah.

Korupsi di Dinas PU Mempawah: Proyek Jalan Jadi Lahan Korupsi

Di Kalimantan Barat, tepatnya di Kabupaten Mempawah, KPK menetapkan beberapa pejabat Dinas Pekerjaan Umum sebagai tersangka korupsi proyek infrastruktur. Mereka diduga mengatur pemenang tender proyek jalan, serta menerima setoran dari rekanan kontraktor sebagai imbalan.

Praktik korupsi seperti ini sudah lama menjadi momok dalam pengadaan proyek daerah, karena dana besar dari APBD seringkali tidak dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat, melainkan untuk memperkaya oknum tertentu.

Penahanan Wali Kota dan Ketua DPRD: Konflik Kepentingan dalam Pemerintahan

KPK juga menyita perhatian publik setelah menahan pasangan suami istri yang memegang posisi strategis di tingkat daerah dan provinsi. HGR, Wali Kota Semarang, serta suaminya AB yang merupakan Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah, diduga menerima gratifikasi dalam pengaturan sejumlah proyek pembangunan di Kota Semarang.

Penahanan mereka menjadi sinyal keras bahwa praktik konflik kepentingan antara eksekutif dan legislatif di daerah masih marak terjadi. Keduanya ditahan selama 20 hari untuk penyidikan awal dan dituduh melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Sekjen Partai Politik Terkenal Tersandung Kasus Lama

Salah satu peristiwa yang mencuri perhatian publik nasional adalah penetapan tersangka terhadap Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal dari partai besar PDI Perjuangan. Ia diduga terlibat dalam obstruction of justice dan suap terkait kasus yang melibatkan Harun Masiku sejak 2019.

KPK menduga Hasto terlibat aktif dalam menyembunyikan keberadaan Harun Masiku dan ikut dalam penghilangan barang bukti penting. Peristiwa ini kembali mengangkat isu lemahnya integritas politikus dalam menanggapi kasus hukum dan bagaimana sistem peradilan kadang mengalami hambatan akibat intervensi kekuasaan.

Reaksi Pemerintah dan Masyarakat

Menanggapi gelombang besar kasus korupsi ini, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintahannya untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Namun, wacana pemerintah terkait “pengampunan koruptor” dengan syarat pengembalian dana negara menuai kontroversi di tengah masyarakat.

Sebagian pihak menganggap pendekatan tersebut dapat mempercepat pemulihan kerugian negara, namun tak sedikit yang menilai hal itu justru memperlemah efek jera bagi pelaku korupsi. Banyak kalangan, termasuk akademisi dan organisasi sipil, mendesak agar pendekatan penegakan hukum tetap dilakukan secara tegas dan transparan.

Refleksi: Korupsi Masih Jadi PR Besar Bangsa

Kasus-kasus yang mencuat sepanjang awal 2025 kembali menegaskan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya soal menangkap pelaku, tetapi juga memperbaiki sistem secara menyeluruh. Penguatan pengawasan internal, transparansi pengadaan barang dan jasa, serta integritas dalam rekrutmen pejabat publik adalah langkah-langkah mendesak yang harus terus dilakukan.

Lembaga penegak hukum juga diharapkan tidak hanya mengejar kasus besar yang mencolok, tetapi juga membongkar praktik korupsi di tingkat lokal yang sering luput dari sorotan. Peran media dan masyarakat sipil sangat krusial dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pemerintah.